Sebagai umat muslim kita pasti tahu bahwa zakat merupakan rukun islam yang ketiga. Zakat memiliki sejarah panjang sebelum akhirnya dilaksanakan. Al Furqon, dalam bukunya yang berjudul 125 Masalah Zakat mengungkapkan bahwa saat Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, zakat belum dilaksanakan. Lantas, bagaimana sejarah zakat menjadi salah satu rukun islam? Simak penjelasan di bawah ini.
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa zakat belum dilaksanakan saat Nabi Muhammad SAW hijrah. Mengapa demikian? Pada saat itu, Nabi SAW, para sahabat, serta segenap kaum Muhajirin masih menyesuaikan dalam menjalankan usaha demi menghidupi keluarganya di tempat yang baru, sehingga kondisi ekonomi mereka pun belum terjamin.
Beruntunglah, terdapat kaum Anshar yang membantu Nabi SAW, sahabatnya, serta pengikutnya dengan keramahan yang luar biasa. Namun, tentu saja Nabi SAW dan kaumnya tidak ingin terus-menerus bergantung kepada orang lain, oleh karena itu mereka terus bekerja keras. Apalagi, kaum muhajirin dikenal dengan keahliannya sebagai pedagang.

Suatu hari seseorang bernama Abdurrahman bin Auf menanyakan jalan menuju ke pasar kepada Sa’ad bin Ar-Rabi’, ia pun menawarkan hartanya kepada Abdurrahman bin Auf, namun Abdurrahman menolaknya. Itulah yang menjadi awal mula Abdurrahman berjualan keju dan mentega dan karena kepiawaiannya ia berhasil menjadi pedagang sukses. Tidak hanya Abdurrahman, banyak pedagang dari kaum muhajirin yang juga berhasil dalam berdagang. Karenanya, banyak orang-orang dari luar Makkah berkata, “Dengan perdagangan itu, ia dapat mengubah pasir sahara menjadi emas.”
Perhatian orang-orang Mekah pada perdagangan ini diungkapkan dalam Al Qur’an pada ayat-ayat yang mengandung kata-kata tijarah: ‘‘Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari kiamat)”. (QS An-Nur:37)
Tidak hanya berdagang, beberapa kaum muhajirin ada yang menggarap sawah milik kaum Anshar. Namun, tidak sedikit pula yang kesulitan dalam menjalani hidupnya. Beruntungnya mereka tetap semangat dalam mencari nafkah sendiri dengan tidak membebani orang lain. Salah satunya adalah Abu Hurairah.
Rasulullah SAW pun menyediakan shuffa (bagian masjid yang beratap) sebagai tempat tinggal untuk mereka yang membutuhkan. Gaji untuk para Ahlush Shuffa (penghuni Shuffa) berasal dari kaum Muhajirin atau Anshar yang berkecukupan, mereka menyumbangkan sebagian hartanya untuk Ahlush Shuffa. Setelah kondisi perekonomian umat Muslim terbangun serta pelaksanaan perintah agama mulai dijalankan, kewajiban zakat pun turut dilaksanakan sesuai dengan hukumnya.