Setelah mengetahui siapa saja yang wajib berkurban, syarat serta larangannya, ada baiknya kita juga memahami kembali sejarah ibadah Qurban agar lebih khusyuk untuk melaksanakannya.
Dalam bahasa arab, Qurban artinya mendekat diri. Sedangkan menurut istilah, Qurban bermakna tindakan menyembelih binatang sebagai wujud pendekatan diri kepada Allah SWT. Selain itu, Qurban juga dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang telah diberikan Allah kepada umat-Nya.
Ibadah Qurban awalnya bermula saat Allah SWT mengirimkan wahyu kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih Nabi Ismail AS, anaknya.

Kitab Tafsir Ibnu Katsir(1992) menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim AS belum memiliki anak dalam waktu yang cukup lama. Melihat hal tersebut, sang istri, Sarah menganjurkan Nabi Ibrahim untuk menikahi budak mereka yang bernama Siti Hajar. Pernikahan tersebut akhirnya melahirkan Nabi Ismail.
Tentu saja sebagai ayahnya, Nabi Ibrahim sangat menyayangi Nabi Ismail. Apalagi melihat perilaku Nabi Ismail yang menunjukan budi baik. Namun, suatu saat datanglah wahyu dari Allah SWT yang disampaikan melalui mimpi Nabi Ibrahim. Beliau bermimpi menyembelih anaknya sendiri, Nabi Ismail AS pada tanggal 8 Dzulhijjah. Ia pun merenungi makna di balik mimpinya tersebut.
Tanggal 8 Dzulhijjah diperingati sebagai hari perenungan atau dalam bahasa Arab disebut Tarwiyah. Itulah mengapa pada tanggal 8 Dzulhijjah disunnahkan untuk melaksanakan puasa Tarwiyah. Setelah itu, tanggal 9 Dzulhijjah akhirnya Nabi Ibrahim menyadari bahwa mimpi tersebut merupakan wahyu yang disampaikan oleh Allah SWT. Nabi Ibrahim pun menyimpulkan bahwa ia harus menyembelih anaknya demi menjalankan syariat Allah. Ajaibnya, saat Nabi Ismail hendak disembelih Allah mengganti tubuhnya dengan seekor kambing yang berbulu tebal, panjang, dan keriting.
Itulah peristiwa yang mengawali terjadinya ibadah Qurban.