Menjelang bulan Dzulhijjah, umat muslim disibukkan dengan persiapan untuk Idul Adha. Beberapa pertanyaan pun kerap muncul, seiring dengan persiapan tersebut. Salah satunya adalah mengenai hukum berqurban untuk orang yang sudah meninggal.
Hukum dari qurban sendiri menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i adalah sunnah muakkad, sedangkan menurut Imam Abu Hanifah hukum qurban dapat menjadi wajib bagi orang-orang mampu yang tidak sedang dalam bepergian. Mengutip dari halaman NU Online, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk berkurban, dan hal itu merupakan sunnah bagi kalian.” Dari hadist tersebut, sebagian ulama berpendapat bahwa jika dalam satu keluarga terdapat salah satu anggota yang telah berqurban, maka kesunnahan bagi anggota keluarga lainnya menjadi gugur. Nah, bagaimana hukum dari berqurban untuk orang yang telah meninggal? Berikut penjelasannya.

Beberapa ulama berpendapat bahwa berqurban mengatasnamakan orang yang telah meninggal hukumnya tidak sah, sebab tidak terdapat wasiat maupun nazar dari orang tersebut. Hal ini dilansir dari halaman NU CARE-Lazisnu bahwa mayoritas ulama madzhab syafi’i menjelaskan ibadah qurban tidak dapat diwakilkan orang lain tanpa ada dalil yang mendasarinya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa berqurban atas nama orang yang telah meninggal hukumnya tidak sah.
Namun, sebagian ulama memiliki pendapat sah-sah saja perihal tersebut. Salah satunya adalah Imam An Nawawi yang berpendapat qurban dengan niat menyedekahkan orang yang telah meninggal hukumnya sah. Hal ini ditegaskan dengan kutipan dari halaman Pondok Pesantren Lirboyo, Imam ar-Rafi’i dalam kitab Hasyiah al-Qulyubi ‘ala Mahalli berpendapat bahwa kurban untuk orang yang sudah meninggal hukumnya sah walaupun tanpa adanya wasiat dari yang bersangkutan.