Bukan Karena Mereka Tak Mau Sekolah, Tapi Karena Tak Ada yang Membantu
Ia duduk di teras rumah kecilnya sambil menatap seragam sekolah yang mulai usang. Matanya berbinar setiap kali melihat teman-temannya berangkat belajar, namun langkahnya terhenti bukan karena malas, melainkan karena biaya yang tak lagi mampu dipenuhi. Ia anak yang cerdas, penuh semangat, dan memiliki mimpi besar, namun mimpinya harus tertunda oleh keadaan.
Banyak anak di luar sana mengalami hal serupa. Bukan karena mereka tidak ingin sekolah, tetapi karena tidak ada yang membantu ketika kehidupan menjadi terlalu berat untuk ditanggung sendirian.
Pendidikan Bukan Pilihan, Tapi Harapan
Sekolah adalah jembatan menuju masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan, anak-anak belajar mengenal dunia, mengembangkan potensi, dan membangun harapan. Namun, ketika biaya menjadi penghalang, mimpi yang seharusnya tumbuh justru terhenti di tengah jalan.
Padahal, Allah tidak pernah membebani hamba-Nya di luar batas kemampuan. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS. Al-Baqarah: 286)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa setiap kesulitan selalu disertai jalan keluar. Dan sering kali, jalan keluar itu hadir melalui kepedulian sesama.
Ketika Uluran Tangan Menjadi Jawaban Doa
Bagi anak-anak yang terpaksa berhenti sekolah, bantuan pendidikan bukan sekadar materi. Ia adalah harapan, semangat baru, dan bukti bahwa mereka tidak sendirian. Seragam, buku, dan biaya sekolah yang mungkin terlihat sederhana bagi kita, bisa menjadi penentu masa depan bagi mereka.
Dengan satu kebaikan, seorang anak bisa kembali duduk di bangku sekolah. Dengan satu kepedulian, sebuah mimpi bisa kembali menyala.
Mari Bantu Mereka Kembali Menjemput Masa Depan
Melalui program Donasi Pendidikan Yayasan Sigma, Anda dapat menjadi bagian dari perubahan besar dalam hidup anak-anak yang hampir kehilangan kesempatan belajar. Setiap donasi yang Anda berikan adalah langkah nyata untuk mengembalikan hak mereka atas pendidikan.
✨ Mari bantu mereka kembali bersekolah.
Karena mereka bukan tidak mampu bermimpi—mereka hanya menunggu uluran tangan untuk melanjutkan langkah.


