Perkembangan sosial media memudahkan kita untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di berbagai tempat. Seperti yang kita ketahui, salah satu fitur dari sosial media sendiri adalah update status. Ya, fitur ini memungkinkan kita untuk membagikan cerita keseharian kita kepada khalayak ramai. Menggunakan sosial media, sebenarnya sah-sah saja jika memang didasari dengan niat baik seperti berdakwah ataupun memberikan informasi penting, namun bagaimana hukumnya jika sosial media dijadikan ajang untuk pamer? Berikut penjelasannya.
Sebelumnya, riya’ merupakan istilah yang berasal Arriyaa’u yang berarti pamer. Dilihat dari pengertiannya, riya merupakan perbuatan memperlihatkan sesuatu atau perbuatan baik dengan maksud mendapatkan pujian atau diperhatikan oleh orang lain.

Ade Abdullah, seorang dosen Lembaga Pendidikan Bahasa Arab dan “Ma’had Al-Imarat” menjelaskan, riya adalah amalan yang dapat menghilangkan pahala dari semua ibadah. Oleh karena itu, meskipun sosial media banyak membawa manfaat, namun jika digunakan untuk memamerkan ibadah maka kita tidak akan menerima pahala. Menurut sabda Rasulullah, seseorang yang riya ibarat menanam sesuatu atau menaruh air di atas batu di tengah padang pasir lalu diterpa angin, hilang tak berbekas.
Namun, jika dalam kegiatan update status tersebut memang bertujuan untuk menyebarkan informasi sedekah, memberikan inspirasi atau mengajak orang berbuat baik dengan niat dakwah berlandaskan agama, maka hal tersebut sangat boleh dilakukan. Hal ini dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW yang mengajak umat muslim menjadi pionir dalam melakukan kebaikan.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا كَانَ لَهُ أَجْرُهَا، وَمِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا، وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا “.
“Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik maka dia akan memperoleh pahala dan pahala orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang membuat sunnah sayyi’ah dalam Islam maka ia akan mendapatkan dosa dan dosa orang yang mengikutinya, dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun” (HR. Ibnu Majah)